Setiap orang tentulah tahu cerita dongeng yang menggambarkan perjalanan hidup Cinderella. Hidup yang penuh dengan klimaks dan akhirnya berubah seketika karena kekuatan magic yang menghampiri hidupnya. Namun tahukah kamu bahwa ada Cinderella lain yang tidak semudah itu menemukan kebahagian hidupnya.
Yah, , , namaku Cinderella. Namun sayang aku tidak terlahir di negeri dongeng dan bahkan aku tidak pernah sedikitpun tertarik untuk mengenakan sepasang sepatu kaca. Saat usia ku masih sangat muda, mama sangat senang mendandaniku seperti little princess dan mengajariku banyak hal untuk menjadi perempuan yang manis. Tak ada cara lain yang bisa aku lakukan untuk menolak keinginan mama dalam memilihkan style berbusana untuk ku, lagipula aku belum terlalu memikirkan hal tersebut. Akan tetapi hal tersebut berubah saat aku sudah tumbuh remaja. Hal ini bukan karena teman bergaulku di sekolah, namun hanya karena sebuah film yang aku nikmati sebelum aku tertidur saat itu.
Flipped. Entah kenapa film itu membuatku tertarik dengan gaya berpakaian Juli Baker. Sejak saat itulah aku bukan Cinderella yang tergambar dalam cerita dongeng, ataupun Cinderella yang mama ciptakan.
Perubahanku membuat banyak teman dan bahkan sahabatku sendiri perlahan menyingkirkan ku. Mereka sering mengolok ku. “Kamu kerasukan roh halus dari masa lampau wahai tuan putri ??, atau mungkin, terbentur pohon angker sampe memorinya error terus tersetting deh di zaman 80-an!”.
---Aku malas menyebut nama orang rese itu.---
Tidak ada lagi yang menarik untuk ku ceritakan di sekolah. Hanya sepeda lipatku lah yang bisa membuat pikiran ini berpikir bahwa ia lah yang bisa menerima ku dengan kemungkinan perubahan yang bisa terus terjadi pada ku, dan itu lebih dari cukup.
Seperti ratusan hari sebelumnya, setiap sabtu sore aku biasa berkeliling untuk sekedar menghirup udara bebas. Aku pun selalu melakukan ritual wajib yang sulit untuk ditolak, yaitu menyempatkan diri untuk bergaul di kedai kopi favorite ku.
Aroma khas arabika selalu membuatku jatuh cinta dan menggilainya. Aku bahkan selalu menikmati usapan ibu jari yang menghapus ampas kopi yang menempel di sekitar bibirku. Ada ketenangan yang mendalam, yang entah datang dari mana dan malaikat apa yang membawanya.
Hari ini sabtu sore, dan tidak pernah berubah. Pandanganku dari pojok kedai memotret banyak pasangan yang berbincang, sekumpulan teman sekolah dan bahkan rekan kerja yang tertawa lepas dengan kacang mereka yang mereka lahap seolah mesin penggiling yang sulit untuk berhenti. Mereka tak peduli dengan perputaran waktu di arloji mereka.
“Boleh duduk?”. Suara itu membuyarkan semua rasa penasaran yang bersarang di otak ku.
-----
Mahasiswa keturunan Jepang dengan earphones putih itu kini menjadi teman dekat ku. Namanya Taro. Kami memiliki kegemaran yang sama, bersepeda dan kopi. Dia berbeda. Selama beberapa bulan ini, aku sangat nyaman bisa bersamanya. Ia tak pernah bertanya dengan pilihan busanaku yang sedikit retro, apalagi mengolokku seperti yang lainnya. Ia hanya peduli pada siapa aku.
Suatu hari, Taro berlaga sedikit aneh dan konyol. Kami memang membuat janji untuk ngopi di kedai itu. Taro sampai terlebih dahulu dari ku. Dari kejauhan, aku melihat ia melambaikan tangan sembari tersenyum riang melihatku. Tak biasanya ia seperti itu. “Akhirnya hari ini kamu yang harus membayari ku minum kopi sepuasnya. 05.15 p.m !”, “hanya telat 15 menit saja. Tapi baiklah”, jawabku sambil manyun. Taro membukakan pintu dan memperlakukanku dengan sangat spesial sore hari ini. Akupun berpikir bahwa aku akan menjadi Cinderella sungguhan dan Taro bisa menjadi pangerannya. Lalu, hal tersebut memang terjadi. Hari itu pula Taro menjadi pangeranku.
Senin sore, Taro sudah menunggu di depan rumah dan tersenyum padaku. Hari ini memang kencan pertamaku. Kami bersepeda dan sesekali bercanda saat bersepeda. Saat itu, Taro seketika menghentikan kayuhannya hanya karena melihat ada penjual ice cream. Ia memang berhutang ice cream saat kalah menebak pertanyaan konyolku di telpon. “tunggu sebentar, aku akan kembali”.
Aku tersenyum bahagia melihat Taro. Taro adalah cinta pertamaku. Apabila ini hanya mimpi, aku berharap aku takan pernah terbangun. Namun sesuatu terjadi. Aku menangis dan berlari. Sebuah mini bus menghantam keras Taro. Aku memeluk taro yang berlumuran darah, aku harap aku segera terbangun dalam mimpiku, tapi aku tak bisa. “Taro....!”
Aku murung dalam waktu yang lama setelah kepergian Taro. Namun aku tak pernah berhenti melakukan apa yang biasa kita lakukan.
Setahun berlalu, aku duduk dipojok kedai dengan earphone ku. Aku sibuk melukis gambar para pengunjung dan suasana kedai saat itu, hingga akhirnya ada suara yang memecah konsentrasiku. “Boleh duduk ?”, suara itu adalah Raihan, anak pemilik kedai yang sudah sering aku jumpai.
Caesars Casino Review (2021) - Get $10 Free with No Deposit
ReplyDeleteCaesars Casino Review · 1. septcasino.com Claim 바카라사이트 your $10 free bonus and receive up https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ to $20 in casino credits febcasino.com (30 Free Spins) · 2. Play Slots https://deccasino.com/review/merit-casino/ at Caesars Casino.