Istilah hidup atau bahkan kehidupan bagai sebuah kotak coklat, sangatlah saya amini. Dimana kita tahu dalam kotak coklat berisi beragam bentuk coklat yang indah dengan rasa yang beragam pula, bisa sangat manis atau bahkan sangatlah pahit. Begitu pula kehidupan ini.
Usia saya sudah mewakili beragam rasa coklat yang sudah saya nikmati. Meski pahit memang harus dinikmati karena saya yang memilihnya. Ada beberapa kalimat yang terus berputar di memori ini yang saya ingat dari sebuah film.
"Benarkah pria berhak menentukan takdirnya sendiri?" "Tidak ada yang mampu melakukan itu, lakukan saja dan takdir itu yang akan menjemputmu" - The Last Samurai
Sangatlah berbanding lurus bukan dengan sebuah kotak coklat, ambil saja coklat yang kau mau dan kau akan tahu rasanya setelah memakannya.
Saya sering merasa keliru akan suatu tindakan dan pilihan yang saya ambil. Menyesal? sedikit, tapi tidak terlalu berlarut. Saya menerimanya dan paham mengapa seperti itu, rasa coklat dalam sebuah coklat adalah warna dalam setiap setiap jejak langkah kehidupan.
Menyesali rasa pahit dalam coklat yang sudah kau pilih sendiri merupakan kekeliruan besar. Karena saya selalu berfikir, tangan ini sudah memiliki takdirnya sendiri, mana yang harus dia sentuh atau tidak. Tentu kita tidak terbatas seperti robot yang hanya melakukan apa yang sudah terprogram, kita memiliki keunggulan lain dimana kita dihadapkan dengan beragam pilihan dan kita bebas memilih apa yang kita mau. Tentu, setiap pilihan sudah terdapat takdir di dalamnya. kita bisa menjalankan A kemudian B dan E atau kita mulai dengan C lalu B dan A, hingga semua pilihan yang ada tidak tersisa dan game over lah sudah. Hidup bagai sebuah kotak coklat dan permainan yang bisa kita nikmati, atau bahkan tidak.
life is like a box of chocolates, you'll never know the taste till you open it and then eat it.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete