Aku, malaikat bersayap hitam.
Ku putar pelan sendok teh yang ada dalam kopi ku. Mata ini terbuai pusaran kecil yang ada dalam kopi dalam cangkir putih ini hingga aku lupa bahwa kopi ini sudah tak panas lagi, lantas karena sudah terlampau dingin, kerongkonganpun nampak tak berselera dikunjungi olehnya.
Akhir-akhir ini merupakan minggu yang
sangat lelah. Namun lelah ini tak wajar, melihat tak ada pekerjaan berarti yang
aku lakukan. Hanya input data dari tugas akhirku di Kampus dan mempresentasikan
data yang sudah aku olah itu. Tapi mengapa nampaknya pundak ini sudah sangat
terasa berat, sakit dan bahkan rasanya ingin ku buang saja.
“Lah, kopinya kok masih penuh saja?
Bukannya kamu suka minum kopi panas-panas, sampai-sampai bibir tipismu itu
melepuh dan kau kehilangan bibir itu?!”. Suara dan gurauan itu mengembalikanku
dari dunia yang tak berpenghuni. Ingin rasanya beban ini aku hentakan lewat
untaian kata yang sudah tertahan lama di pangkal lidah ini, tapi apa boleh
buat, aku canggung pada ibuku sendiri.
Selama ini, tak banyak yang bisa aku
ceritakan pada orang lain, terlebih lagi masalah pribadiku. Andai dan andai,
sahabatku selalu ada di kota kecil ini. Mungkin beban ini tak seberat sekarang.
Kamu
tahu gak kenapa pria selalu cepat mendingin layaknya puding dalam lemari
pendinginku?.
Pesan
singkat itu aku kirim pada sahabat terdekatku malam ini.
Kenapa? Cowok kamu lagi ya?,
wajar sih. Namanya jugak cowok, cepet jenuhan, ditambah lagi hubungan jarak
jauh kalian. Doi lagi deket cewek lain lagi kali tuuuuh, hehehe.
Malam itu langsung ku hapus cepat-cepat
pesan singkat balasan dari temanku. Membacanya sekali saja serasa ratusan pisau
mengoyak jantung dan isi perutku. Aku mual dan dada ini sesak seketika.
Sahabatku mungkin saja tak tahu kesialan apa yang menimpaku karena ulah dari
gurauan atau mungkin analisanya itu, yang jelas pesan itu seolah menguatkanku
untuk berpikir pada hal yang sama dan sesegera mungkin melopat dari tempat
setinggi-tinginya. Hati mana yang takan terluka bila sosok sempurna yang didewakan
dan disanjungnya tanpa cacat itu melakukan kecurangan seperti yang sahabatku
sebutkan.
Pagi ini aku malas bangun, aku tahu saat bangun aku akan berkutat pada hal yang sama seperti kemarin. Linglung dan bertanya sendiri pada imajinasi yang nampaknya selalu memunculkan prasangka yang jauh lebih buruk dari yang sebenarnya terjadi. Aku lelah menerka-nerka, lelah berandai-andai. Aku lelah dengan rasa ini, lelah dengan ketakuatan ini. Aku ingin memejamkan mata ini hingga aku terbangun dangan hati yang tak selemah ini.
Beribu bintang,berjuta hari dan bermilyaran
menit yang aku lewatkan tanpanya di sisiku, kini semakin membuatku pesimis. Aku
ketakuakan, empat sampai lima tahun yang aku lewati dengan menjaga hati ini
utuh-utuh untuknya akan melebur laksana sebongkah es dalam genggaman di Gurun
Sahara, lenyap begitu saja.
Tapiiii tuhan pernah menyatakan bukan,
bahwa umatnya akan mendapatkan segala hal yang ia usahakan. Mungkinkah tuhan
mengabulkan usaha umat yang menjaga sesuatu yang tak seharusnya ia jaga
sekarang??. Aku jatuh cinta tuhan. Cinta ini tak biasa. Cinta ini sedikit
mengerikan. Ia dapat membuatku bangkit saat aku terjatuh begitu keras, ia lucu
hingga membuat perut ini terpingkal karena tertawa, ia memberiku prisai hingga
aku bisa menangkis apa saja yang ingin mengalahkanku. Tapi terkadang ia nakal
tuhan, ia kerap kali membuang selera makanku, ia membuatku sesak napas, mata
ini berlinang layaknya air terjun dan bahkan membuatku seperti zombie, seperti
hari ini. Menurutmu apa cinta ini baik tuhan?.
Tak banyak yang bisa aku usahakan untuk
menjaganya, membuat keadaan ini tetap panas hingga terus nikmat untuk dinikmati
layaknya kopi. Aku hanya bisa melakukan tiga hal dalam hal ini, dan aku selalu
saja ragu.
Aku
hanya berdoa dalam sendiriku, aku hanya mengunci diri ini rapat-rapat hingga
tak ada seorangpun yang masuk untuk menginap dan mungkin hanya memarahinya
lewat pesan singkat saat ia lupa, saat ia nakal dan saat ia kesepian. Aku tak
pernah yakin dengan ketiga hal itu.
Bila aku malaikat, mungkin sayapku berwarna
hitam pekat. Bila aku seorang ibu, mungkin aku seorang ibu yang lemah dan bila
aku mawar, mungkin aku mawar berduri namun mudah gugur saat bahkan angin hampir
mendekatiku. Aku ingin jadi mawar berduri dan daunku kuat dalam tangkainya, aku
ingin jadi ibu, ibu yang tegas dan bisa mengajari mana yang boleh dan tidak
boleh dilakukan anaknya hingga mungkin bisa menghukumnya, dan aku ingin menjadi
malaikat bersayap putih,malikat yang patuh dan tidak mencintai mahluk lain
segila ini melebihi Mu. Akuu akan bangun saat ini juga, asalkan tuhaaaan. . . .
.hilangkanlah rasa ini.
No comments:
Post a Comment